Senin, 29 Agustus 2011

MODEL KELEMBAGAAN PENDIDIKAN BERBASIS ORIENTASI AKADEMIK DAN IDEOLOGI MUHAMMADIYAH



Pendahuluan 
Muhammadiyah sebagai organisasi Islam modern di Indonesia telah dan terus berkiprah di berbagai bidang terutama bidang sosial, agama, dan pendidikan serta kesehatan dengan misi dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan pembaharuan (tajdid) yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah sehingga masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dapat diwujudkan. Di usianya yang satu abad ini telah membuat organisasi ini semakin menunjukkan kekuatan-kekuatannya sebagai agent of change dan gerakan moral (moral force).
Kekuatan itu muncul untuk dilakukan sebagai wujud menghadapi dan melawan musuh-musuh zionis dan pemikiran yang menyesatkan (TBC) baik dalam bidang aqidah, akhlaq, muamalah dan ipteks yang akan merusak tuntunan Islam serta persoalan-persoalan bangsa dan Negara serta keumatan.
Namun demikian, sebagian mengatakan bahwa keberadaan dan peran serta Muhammadiyah masih belum sepenuhnya dapat dirasakan manfaatnya untuk perbaikan kualitas dan generasi bangsa. Kiprah dan kekuatan yang telah dilakukan Muhammadiyah hingga saat ini masih dipahami ‘setengah pengetahuan’ oleh sebagian orang bahkan mereka pun belum mengenal dengan baik apa sebenarnya ide dasar pembaharuan Islam yang diinisiasi oleh KH Ahmad Dahlan. Inti dari gerakan pembaharuan Islam tersebut sebenarnya ada pada etos keilmuan guna menumbuhkan kesadaran sosial di kalangan masyarakat. 
Kaitannya dengan etos keilmuan, pendidikan Muhammadiyah merupakan model lembaga pendidikan modern. Hal ini diwujudkan berkat keberanian Kiai Dahlan.untuk keluar dari setting dan arus utama pendidikan Islam tradisional yang normatif-dogmatis pada saat itu. Karenanya, kurikulum yang ditawarkan tidak hanya Alquran, hadis, fikih, kalam, bahasa Arab, dan ilmu-ilmu agama lainnya, tetapi juga ada matematika, fisika, kimia, dan ilmu-ilmu pengetahuan umum yang lain.
Dalam konteks kekinian, pendidikan Muhammadiyah diharapkan tidak hanya mampu melahirkan kader-kader Persyarikatan Muhammadiyah, namun ia juga harus mampu melahirkan kader-kader bangsa. Untuk mewujudkan itu semua, apalagi dalam kompetisi global, tidaklah mudah. Banyak tantangan yang perlu dihadapi untuk melakukan terobosan-terobosan atau tindakan inovatif sehingga cita-cita yang menjadi tujuan akhir (baca: adanya peningkatan kualitas pendidikan) dapat direalisasikan.
Tantangan-tantangan yang perlu diantisipasi oleh lembaga pendidikan Muhammadiyah dalam kompetisi global di antaranya: adanya sekularisasi pendidikan, adanya sistem pendidikan barat yang diderivasi dari epistemologi antroprosentris-materialis, ghirah pendidikan Muhammadiyah dalam mempelajari sains dan teknologi juga semakin lemah, adanya tantangan profesionalisme, adanya kepemimpinan yang kaku, feodalistik, dan tidak responsif terhadap perubahan akan kontraproduktif terhadap upaya peningkatakan mutu pendidikan Muhammadiyah, serta adanya faktor relevansi kurikulum terhadap tuntutan era global yang semakin menuntut integritas, skill dan hal ini belum dipikirkan secara serius oleh Muhammadiyah. Belum lagi orientasi dan praktik pendidikan Muhammadiyah masih terkesan sebagai alat konsumsi, di mana pengelolaan pendidikannya masih asal-asalan, tidak profesional sebagaimana dituntut oleh manajemen modern serta cenderung sekadar mengikuti arus kebutuhan formalisasi jenjang pendidikan
Selain tantangan di atas, dekadensi ideologi Muhammadiyah di lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah juga menjadi persoalan. Hal ini menjadi penting untuk dibahas dan dicarikan solusinya, mengingat keluaran lembaga pendidikan adalah lulusan atau kader persyarikatan yang tidak hanya kuat atau mampu dalam bidang akademik, tapi juga memiliki semangat ber-Muhammadiyah yang tinggi. Dapat saya contohkan, di beberapa kasus para kader Muhammadiyah termasuk di politik sulit bersatu sehingga sering dikalahkan oleh pihak lain. Contoh lainnya melemahnya kesatuan imamah, jam’iyah, dan jama’ah di kalangan Persyarikatan termasuk ketaatan pimpinan Amal Usaha terhadap Persyarikatan sehingga Muhammadiyah cenderung berjalan sendiri-sendiri. Belum lagi melemahnya ruh gerakan dan tantangan-tantangan dari luar seperti penetrasi nilai-nilai sekular dan paham lain yang menimbulkan erosi keagamaan dan kehidupan warga Muhammadiyah. Dalam konteks kebangsaan, ditemukan sikap hidup permisif, materialistik dan sekuler yang berlawanan dengan nilai-nilai luhur agama
Gambaran contoh di atas, setidaknya bagian dari cermin diri Muhammadiyah. Untuk itu, pendidikan Muhammadiyah merupakan solusi untuk mengatasi itu semua sehingga tantangan dan persoalan baik yang terkait dengan persoalan akademik (peningkatan mutu pendidikan) maupun ideologi Muhammadiyah dapat diakomodasi. Untuk membahas hal ini, saya mencoba menuangkan beberapa gagasan sederhana sebagai masukan guna mengantisipasi persoalan-persoalan yang berkembang sekarangnya, khususnya persoalan lembaga pendidikan yang mampu mengakomodasi orientasi akademik dan ideologi Muhammadiyah.

Hakikat Pendidikan
Pendidikan adalah hak asasi yang patut dimiliki umat. Pendidikan bukan hanya sebagai keperluan sampingan karena tanpa pendidikan martabat manusia tidak akan mulia. Dengan demikian negara wajib memenuhi hak rakyatnya melalui pendidikan ilmu pengetahuan yang diperlukan oleh setiap individu dalam setiap bidang kehidupan. Selama pendidikan ini menjadi hak yang wajib dimiliki rakyatnya, maka negara wajib membuka dan membangunkan sekolah dasar, sekolah menengah ataupun perguruan tinggi dalam jumlah yang mencukupi sesuai dengan jumlah rakyat yang akan belajar, tidak hanya anak-anak usia muda melainkan orang dewasa yang buta huruf. Kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan martabat ummat serta mewujudkan kemajuan madani dan moral.
Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani ‘paedogogie’ yang artinya pendidikan atau pergaulan dengan anak-anak. Istilah lainnya ‘paedagogos’ yaitu orang yang tugasnya membimbing atau mendidik anak dalam pertumbuhannnya agar dapat mandiri. Berpijak pada istilah ini, maka pendidikan dapat diartikan lebih luas sebagai usaha yang dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk membimbing atau memimpin perkembangan jasmani dan ruhaninya ke arah kedewasaan
Dalam pengertian lainnya, pendidikan merupakan sarana untuk membentuk warga Negara menjadi diri sendiri. Setiap individu diberi kesempatan yang sama untuk berkembang dan mendapatkan pendidikan yang layak sebagai manusia. Individu juga diberi kebebasan sebesar-besarnya untuk mampu merealisasikan diri dan kemampuannya semaksimal mungkin. Dengan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri, ia memiliki tanggungjawab dan kemandirian atas diri untuk berbuat dan berprilaku sesuai norma yang berlaku di masyarakat. Dalam tujuan pendidikan disebutkan “… agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan upaya yang terencana dalam proses pembimbingan dan pembelajaran pada individu agar berkembang dan tumbuh menjadi manusia yang mandiri, bertanggungjawab, kreatif, berilmu, sehat, dan berakhlak mulia baik dilihat dari aspek jasmani maupun ruhani.
Dalam konferensi Internasional Pertama tentang Pendidikan Islam di Makkah tahun 1977, dirumuskan bahwa “Pendidikan bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional; perasaan dan indera. Karena itu pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya: spiritual, intelektual, imaginatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individual maupun secara kolektif, dan mendorong semua aspek ini ke arah kebaikan dan mencapai kesempurnaan.”
Inti dari capaian tujuan akhir pendidikan adalah penyediaan sumber daya manusia (SDM) yang bermutu, yaitu berakhlak (jiwa spiritual), berilmu, dan sehat (secara fisik dan ruhani).

Kelembagaan Pendidikan dan Strateginya
Untuk menghasilkan kelembagaan satuan pendidikan yang produktif dan kondusif sebagai pusat pembelajaran, pendidikan dan pembudayaan, diperlukan (1) tersedianya lembaga pendidikan yang semakin bervariasi yang diikat oleh visi dan misi pendidikan nasional; (2) jumlah lembaga pendidikan yang semakin efisien; (3) lembaga pendidikan yang didukung oleh organisasi yang efektif dan efisien; (4) mutu dan sarana-prasarana lembaga pendidikan yang semakin meningkat dan iklim pembelajaran yang semakin kondusif bagi peserta didik; dan (5) tingkat kemandirian lembaga satuan pendidikan semakin tinggi. Lembaga pendidikan itu akan survive dan memiliki sustainability ketika mutu penyelenggaraan pembelajaran baik. Mutu itu dapat diwujudkan ketika mencakup beberapa atribut seperti: (1) ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan yang memadai baik secara kuantitas dan kualitas, maupun kesejahteraan pendidik yang  memadai, (2) prasarana dan sarana belajar yang tersedia dan didayagunakan secara optimal, dan (3) pendanaan pendidikan yang memadai untuk menunjang mutu pembelajaran, serta (4) proses pembelajaran yang efisien dan efektif.
Selain itu, strategi atau persiapan yang dapat dilakukan untuk menjadikan lembaga pendidikan lebih inovatif dan berdaya saing mencakup: (1) lembaga pendidikan atau sekolah perlu menyediakan literacy universal dalam tingkat tinggi melebihi arti literacy sekarang ini; (2) lembaga pendidikan harus mendorong mahasiswa di semua tingkat dan semua usia dengan motivasi untuk belajar dan disiplin pendidikan berkelanjutan; (3) lembaga perguruan harus menjadi sistem terbuka, mampu diakses untuk orang-orang terdidik dan mereka yang karena alasan apapun tak memiliki akses untuk belajar lebih tinggi pada tahun-tahun sebelumnya; (4) perguruan itu harus mampu menanamkan pengetahuan baik sebagai substansi maupun proses; dan (5) sekolah bukan lagi monopoli lembaga pendidikan. Pendidikan masa sekarang harus bermitra dengan para pekerja dan organisasi lainnya
Memang untuk menjadikan lembaga pendidikan masa depan yang memiliki kriteria keberhasilan tidaklah mudah. Diperlukan upaya dan kesungguhan untuk melakukannya serta kerjasama baik secara internal maupun secara eksternal dengan lembaga-lembaga pendidikan yang sudah maju.
Saat ini lembaga pendidikan Muhammadiyah mengacu pada empat hal, di antaranya: (1) mengembangkan lingkungan pendidikan yang berorientasi pada iman, ilmu dan amal; (2) mengembangkan kurikulum yang menekankan pada perpaduan antara ilmu umum dan ilmu agama; (3) melandaskan system pendidikannya dengan semangat belajar “siapa menanam mengetam”; dan (4) bersemboyan pada “mandiri dan hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari kehidupan di Muhammadiyah.”

Pendidikan Berorientasi Akademik
Pendidikan yang bermutu harus berlandaskan pada orientasi akademik. Orientasi akademik yang dimaksud untuk menciptakan proses pembelajaran yang inovatif, kreatif, efektif, efisien dan berdaya saing, salah satunya adalah pengembangan kurikulum. Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut. Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh. Dikatakan lebih lanjut, kurikulum merupakan perangkat lunak yang memberi arah dan akan menentukan kualitas dan kuantitas produk akhir suatu pendidikan.
Terkait dengan kurikulum pendidikan masa depan (future curriculum), ia harus ditekankan pada mata pelajaran/mata kuliah yang sanggup menjawab tantangan global dan perkembangan iptek yang sangat cepat. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan itu setidaknya mencakup beberapa indikator. Salah satunya adalah kurikulum hendaknya berpatokan pada standar global, berwawasan nasional dan dilaksanakan secara lokal. Dengan demikian, mutu kurikulum pendidikan akan setara dengan Negara-negara lain yang memiliki wawasan keunggulan, namun disesuaikan dengan kondisi lokal masing-masing.
Salah satu realisasi mampu menjawab tantangan global dan perkembangan iptek, pendidikan Muhammadiyah yang jaringannya sangat luas perlu membangun sistem ICT untuk menunjang proses pembelajaran yang lebih up to date dan memiliki nilai daya saing yang tinggi sehingga keluaran lulusan Muhammadiyah memiliki kemampuan akademik yang global.

Ideologi Muhammadiyah
Komitmen dan konsistensi ideologi Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam, amar makruf dan nahi munkar. Dakwah Muhammadiyah adalah dakwah yang merangkul dan merengkuh siapa pun yang peduli Islam, peduli Quran-Sunnah. Agar ideologi Muhammadiyah dapat dipahami dan dilaksanakan oleh warga Muhammadiyah, diperlukan sosialisasi. 
Oleh karena itu, ideologi Muhammadiyah itu berintikan komitmen dan konsistensi terhadap pemahaman, keyakinan dan pengamalan Islam sebagai satu-satunya agama Allah dan jalan hidup yang diridhai Allah dengan senantiasa berpegang teguh dan mengikuti dengan cermat langkah-langkah perjuangan pembawa risalah Islam, yakni Nabi Muhammad SAW. Di luar ketentuan itu tidaklah layak menyebut dirinya sebagai pengikut Muhammad atau Muhammadiyah. Penegasan ideologi ini dapat dilacak dalam rumusan penting persyarikatan seperti:  Muqaddimah Anggaran Dasar, Kepribadian Muhammadiyah, Keyakinan dan Cita-cita hidup Muhammadiyah, Khitah Perjuangan dan keputusan penting para ulama Muhammadiyah yang tergabung dalam Majelis Tarjih.
Berikut ini ideologi Muhammadiyah yang perlu dipahami dan menjadi acuan baku dalam Muhammadiyah:
1.    Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah yaitu aqidah dan cita perjuangan Muhammadiyah yang fundamental yang mengandung pernyataan enam hal prinsipil. Konsep ini lahir tahun 1945 untuk memantapkan warga Muhammadiyah dalam ber-Islam dan ber-Muhammadiyah yang didorong dua hal yaitu (a) terdesaknya pertumbuhan ruh Muhammadiyah oleh perkembangan lahiriah dan (b) masuknya pengaruh pemikiran luar (non-Islami) dalam kehidupan Muhammadiuah.
2.    Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah yang mengandung pernyataan tentang ideologi, paham agama, dan misi serta fungsi Muhammadiyah dalam kehidupan. Konsep ini lahir tahun 1967 dengan tujuan untuk memantapkan keyakinan dan cita-cita hidup (ideologi) di kalangan warga Muhammadiyah yang diakibatkan oleh perkembangan sekularisasi, modernisasi, dan deideologisasi yang dijalankan oleh pemerintahan Orde Baru.
3.    Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, lahir tahun 2000 (Muktamar Jakarta), mengandung seperangkat nilai dan norma ajaran Islam agar seluruh warga Muhammadiyah menjalani kehidupan secara Islami. Pedoman ini lahir sebagai antisipasi atas perubahan-perubahan politik, perubahan sikap hidup, dan penetrasi budaya yang melunturkan ruh Islam dan ruh jihad di kalangan warga Muhammadiyah.
Selain acuan baku yang perlu dipahami, pembinaan ideologi gerakan dalam Muhammadiyah, dengan membangun kesadaran, keyakinan, pemahaman, dan aktualisasi mengenai hal-hal fundamental juga menjadi penting untuk dilakukan, di antaranya:

1.    Menanamkan Keyakinan dan Paham tentang Islam sebagai Pandangan Hidup
Pandangan fundamental mengenai Islam sebagai pandangan hidup Muhammadiyah tercermin dalam pemikiran Islam Kyai Ahmad Dahlan yang bercorak tajdid, hasil-hasil pemikiran Majelis Tarjih, Masalah Lima, Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, Keyakinan Hidup Islami dalam Muhammadiyah, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, dan pemikiran-pemikiran Islam lainnya yang selama ini menjadi acuan nilai dan norma yang merujuk pada Al-Quran dan Sunnah Nabi yang shahihah (maqbulah) dengan mengembangkan ijtihad. Pandangan hidup Islami tersebut mengandung pokok-pokok pikiran tentang dasar atau landasan hidup berdasarkan Tauhid (Q.S. Al-Ikhlash: 1-4; Ar-Rum: 30), fungsi hidup berupa ibadah dan kekhalifahan (Q.S. Adz-Dzariat: 56; Al-Baqarah: 30), tugas hidup beramal shalih (Q.S. Ali Imran: 114), pedoman hidup ialah Al-Quran dan As-Sunnah (Q.S. Al-Baqarah: 2, Al-Hadist), dan tujuan hidup untuk meraih keridhaan Allah (Q.S. Al-Fath: 29).

2.    Menjadikan Al-Islam dan Kemuhammadiyah sebagai Jiwa Gerakan
Bahwa keseluruhan aktivitas gerakan Muhammadiyah yang dilembagakan dan dioperasionalisasikan melalui berbagai penggarapan amal usaha dan program-program Persyaritakan maupun dalam membangun pola tingkahlaku segenap anggota Muhammadiyah senantiasa disemangati dan dilandasi oleh ruh atau jiwa Al-Islam dan Kemuhammadiyahan yang menjadi faktor pengikat ideologis baik dalam jama’ah, jam’iyah, maupun imamah di tubuh Persyarikatan. Al-Islam dan Kemuhammadiyahan sebagai jiwa, alam pikiran, dan pengetahuan kolektif yang menjadi ciri khas atau identitas Muhammadiyah yang melahirkan cara beragama yang berlandaskan tauhid murni, berperilaku dengan meneladani uswah hasanah Muhammad Rasulullah, mengembangkan ijtihad dan alam pikiran tajdid, beramal ilmiah dan berilmu amaliah, serta senantiasa melahirkan amal-usaha yang bermanfaat dan menjadi rahmatan lil-‘alamin bagi umat dan masyarakat luas di mana Muhammadiyah berada.

3.    Mewujudkan Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya sebagai Tujuan
Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya merujuk pada kualitas umat terbaik (Khaira Ummah) yang kualitas Rabbani yang dibina oleh ajaran Islam (Q.S. Ali Imran: 110), masyarakat yang berperikemanusiaan (Q.S. Al-Isra: 70), masyarakat pengabdi Tuhan (Q.S. Adz-Dzariat: 56), yang memiliki pertalian kepada Allah dan kepada sesama manusia (Q.S. Ali-Imran: 112), suatu “masyarakat di mana keutamaan, kesejahteraan, dan kebahagiaan luas merata”, yang digambarkan sebagai “baldhatun thayyibatun wa Rabbun ghafur”. 

4.    Melaksanakan Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar sebagai Praksis Gerakan
Komitmen gerakan Muhammadiyah dengan seluruh kegiatannya tidak lain menjalankan misi da’wah Islam yaitu menyeru kepada Al-Kair, mengajak kepada Al-Ma’ruf, mencegah dari Al-Munkar, dan mengajak beriman kepada Allah (Q.S. Ali Imran: 104, 110), yang dilaksanakan secara menyeluruh ke berbagai bidang kehidupan dengan pilihan-pilihan strategis sesuai dengan misi dan situasi yang dihadapi, dan cara-cara yang sesuai dengan jiwa ajaran Islam, sehingga Islam menjadi rahmat bagi semesta alam (Q.S. Al-Anbiya: 107). 

5.    Menjadikan Organisasi sebagai Instrumen/Sistem Gerakan
Bahwa perjuangan mewujudkan misi Muhammadiyah hanyalah akan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya jika ditempuh secara kolektif melalui organisasi sebagaimana pesan Al-Quran Surat Ali Imran 104 yang memerintahkan adanya sekalian golongan dari umat Islam yang mengajak kepada ke-Islaman, menyuruh kepada kebaikan, dan mencegah dari kemunkaran. Organisasi sebagai alat perjuangan bahkan menurut ushul fiqih menjadi wajib sebagaimana qaidah, bahwa ““uatu kewajiban tidak selesai kecuali dengan adanya suatu barang, maka barang itu hukumnya wajib” (maa laa yatimmu al-wajib, illa bihi fahuwa wajibun). Melalui organisasi terdapat musyawarah (Q.S. Asy-Syura: 37) dan adanya barisan yang kokoh (Q.S. Ash-Shaf: 4). 

6.    Menyatukan Warga, Kader, dan Pimpinan sebagai Pelaku Gerakan
Segenap anggota Muhammadiyah dari warga sampai kader dan pimpinan di seluruh tingkatan dan lingkungan, termasuk di kalangan amal usaha, merupakan subjek atau pelaku gerakan Muhammadiyah sesuai dengan posisi dan perannya dalam satu kesatuan kolektif (Q.S. As-Syura: 13, Ali Imran: 104, Al-Anfal: 60, . Yusuf: 108, Al-Maidah: 67).

7.    Berperan-Aktif dalam Kehidupan Umat dan Bangsa sebagai Langkah Strategis Gerakan
Muhammadiyah senantiasa mengambil posisi dan peran yang signifikan dalam keseluruhan dinamika kehidupan umat dan bangsa yang dilandasi oleh misi dan orientasi da’wah amar ma’ruf nahi munkar serta tajdid secara tersistem dan terorganisasi rapih. 

8.    Menyatukan Faktor-faktor Gerakan sebagai pendukung pencapaian Usaha dan Tujuan Gerakan
Yaitu faktor mentalitas (akhlaq, ruh jihad), tata aturan, konsep dan pemikiran, taktik dan strategi, dana, fasilitas, sarana dan prasarana, dan faktor-faktor lainnya yang dapat mendukung misi dan pencapaian tujuan gerakan Muhammadiyah

Model Lembaga Pendidikan yang Mampu Mengakomodasi Orientasi Akademik dan Ideologi Muhammadiyah
Bagian ini dimulai dari sebuah pesan KH Ahmad Dahlan yang mengatakan, "Hendaklah kamu jangan sekali-kali menduakan pandangan Muhammadiyah dengan perkumpulan lain." Pesan ini menjadi penting dan harus dicamkan oleh seluruh jajaran Persyarikatan dan AUM, tanpa kecuali, mengingat KH Ahmad Dahlan (1868-1923) adalah tipe man of action, pencari kebenaran haqiqi dan pencerah akal. Sedikitnya ada tiga kalimat kunci yang menggambarkan tingginya minat Kyai dalam pencerahan akal, yaitu: 
  1. pengetahuan tertinggi adalah pengetahuan tentang kesatuan hidup yang dapat dicapai dengan sikap kritis dan terbuka dengan mempergunakan akal sehat dan istiqomah terhadap kebenaran akali dengan di dasari hati yang suci; 
  2. akal adalah kebutuhan dasar hidup manusia; 
  3. ilmu mantiq atau logika adalah pendidikan tertinggi bagi akal manusia yang hanya akan dicapai hanya jika manusia menyerah kepada petunjuk Allah swt
Berdasarkan kutipan atas apa yang dipesankan KH Ahmad Dahlan, ideologi Muhammadiyah harus senantiasa menjadi pedoman warga Muhammadiyah. Pendidikan Muhammadiyah harus menjadi model lembaga pendidikan yang mampu mengakomodasi ideologi Muhammadiyah. Tidak dapat disangkal, sekolah-sekolah Muhammadiyah mulai dari tingkat TK, SD, SMP dan SMA hingga tingkat perguruan tinggi (PT) sudah mengakomodasi materi ke-Muhammadiyahan. Namun demikian, bobot kredit yang diberikan sangat sedikit dan cenderung hanya formalitas untuk memenuhi kekhasan sebagai lembaga Muhammadiyah. Kenyataannya, masih banyak siswa atau mahasiswa yang belum paham atau kenal bahkan mengimplementasikan apa yang menjadi matan dan kepribadian Muhammadiyah. Sedemikian lemahnya ideologi Muhammadiyah pada diri siswa dan mahasiswa sehingga menyebabkan rasa memiliki Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam “amar ma’ruf nahi munkar” tidak muncul dalam kepribadiannya sehari-hari.
Saat ini banyak ideologi-ideologi lain yang memberikan nuansa yang berbeda dan memiliki daya tarik tersendiri kepada masyarakat dalam bentuk model lembaga pendidikan. Untuk mengantisipasi kemungkinan lembaga pendidikan Muhammadiyah ditinggalkan, ada beberapa cara yang lebih inovatif agar lembaga pendidikan diminati masyarakat tanpa meninggalkan ideologi Muhammadiyah itu sendiri, di antaranya: Pertama, menyelenggarakan pendidikannya dengan sistem full day school (waktu pembelajaran hingga sore hari) dan menggunakan metode-metode baru dalam pembelajaran.
Kedua, melakukan perumusan filsafat dan pengembangan kurikulum pendidikan alternatif serta modifikasi kurikulum. Ketiga, melakukan tafsiran Al-Qur’an dengan pendekatan sistem, atau Tafsir Sistem. Satu konsep kunci yang harus dirumuskan, yakni ide fitrah berupa tauhid. Artinya, orientasi filsafat dan kurikulum pendidikan bertitik tolak dari konsep Tauhid.
Keempat, menggunakan paradigma pendidikan Islam dengan mengaksentuasikan nilai-nilai tauhid sebagai tujuan yang paling prinsipil dan substansial. Dan kelima, berikhtiar membangun kurikulum berbasis tauhid (KBT) sebagai program khusus pada tingkat SD.
Selain lima butir di atas, Perlu pengaktifan siswa dan mahasiswa dalam rangka mewujudkan ukhuwah Islamiyah demi pemantapan syariat Islam bagi umat Islam dan keaktifan dalam kegiatan dakwah dan organisasi Muhammadiyah
Demikian upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam membangun model lembaga pendidikan yang mampu mengakomodasi orientasi akademik dan ideologi Muhammadiyah.

Simpulan
Dari makalah sederhana ini, ada beberapa hal yang dapat saya simpulkan, di antaranya:
  1. Lembaga pendidikan modern dituntut untuk terus mengembangkan inovasi dalam sistem dan proses pembelajarannya;
  2. Pengembangan kurikulum masa depan adalah sebuah kebutuhan yang tidak dapat dihindari untuk menghasilkan lulusan yang bermutu;
  3. Ideologi Muhammadiyah merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar bagi lembaga pendidikan Muhammadiyah agar lulusannya tidak hanya cakap secara akademik tapi juga kuat secara ideologi sehingga pesan KH Ahmad Dahlan tidak terabaikan.

Daftar Pustaka
  • Ali, Mohamad dan Marpuji Ali. Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Tinjauan Historis dan Praksis. Sebuah Makalah
  • Arief, Armai. Reformulasi Pendidikan Islam. Ciputat: CRSD Press, 2007.
  • Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
  • Bahtiar, Asep Purnama dan Endro Dwi H. Pendidikan Muhammadiyah dan Tantangan Globalisasi di Pikiran Rakyat.
  • Drucker, Peter F. The Age of Discontinuity. New York, Harper and Row Publishers, 1969.
  • Fadjar, A, Malik. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Fajar Dunia, 1999.
  • Jalal, Fasli dan Dedi Supriadi (editor). Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001.
  • Makmun, Abin Syamsuddin. Peningkatan Pengelolaan Perguruan Muhammadiyah. Sebuah Makalah
  • Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Revitalisasi Visi dan Karakter Bangsa. Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 2009
  • Rahardjo, M. Dawam (editor). Keluar dari Kemelut Pendidikan Nasional Jakarta: PT Internasa, 1997.
  • Sidi, Indra Djati. Menuju Masyarakat Belajar: Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta: Paramadina dan PT Logos Wacana Ilmu, 2001.
  • Suyatno. Masa Depan Pendidikan dan Kaderisasi Muhammadiyah: Tantangan dan Harapan. Makalah yang disampaikan dalam Muktamar Pemikiran Islam oleh Pusat Studi Islam dan Filsafat Universitas Muhammadiyah Malang dan Al-Maun Institute Jakarta pada tanggal 12 Februari 2008 di Malang
  • Suyatno. Pengembangan Kurikulum dan Nilai-nilai Perguruan Tinggi Islam Swasta. Makalah dalam Sidang Komisi III pada konferensi PTIS se-Indonesia dan Seminar Nasional oleh UII dan BKS-PTIS tanggal 9 September 2007 di UII Yogyakarta
  • Tumanggor, Rusmin. Budaya Pembelajaran di Dunia Pendidikan Muhammadiyah: Perspektif Antropologi. Makalah yang disampaikan dalam Lokakarya di UHAMKA pada tanggal 4 Juni 2009
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Na


  • Makalah ini disajikan dalam Seminar Nasional “Satu Abad Pendidikan Muhammadiyah: Revitalisasi Sistem dan Kualitas di Tengah Persaingan Nasional dan Global” pada tanggal 31 Januari 2010 di kampus UHAMKA
  • Prof. Dr. H. Suyatno, M.Pd. adalah Rektor UHAMKA dan Pengurus Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah
  • Lihat Asep Purnama Bahtiar dan Endro Dwi H mengenai Pendidikan Muhammadiyah dan Tantangan Globalisasi di Pikiran Rakyat.
  • Suyatno. Masa Depan Pendidikan dan Kaderisasi Muhammadiyah: Tantangan dan Harapan. Makalah yang disampaikan dalam Muktamar Pemikiran Islam oleh Pusat Studi Islam dan Filsafat Universitas Muhammadiyah Malang dan Al-Maun Institute Jakarta pada tanggal 12 Februari 2008 di Malang
  • A, Malik Fadjar. Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta: Fajar Dunia, 1999), hal. 163
  • Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Revitalisasi Visi dan Karakter Bangsa (Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 2009), hal. 9
  • Armai Arief. Reformulasi Pendidikan Islam (Ciputat: CRSD Press, 2007), hal. 15
  • Lihat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
  • Azyumardi Azra. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hal. 57
  • Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (editor). Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), hal. 111
  • Peter F Drucker. The Age of Discontinuity (New York, Harper and Row Publishers, 1969), hal. 50
  • Suyatno. Pengembangan Kurikulum dan Nilai-nilai Perguruan Tinggi Islam Swasta. Makalah dalam Sidang Komisi III pada konferensi PTIS se-Indonesia dan Seminar Nasional oleh UII dan BKS-PTIS tanggal 9 September 2007 di UII Yogyakarta
  • M. Dawam Rahardjo (editor). Keluar dari Kemelut Pendidikan Nasional (Jakarta: PT Internasa, 1997), hal. 96
  • Indra Djati Sidi. Menuju Masyarakat Belajar: Menggagas Paradigma Baru Pendidikan (Jakarta: Paramadina dan PT Logos Wacana Ilmu, 2001), hal. 16
  • Abin Syamsuddin Makmun. Peningkatan Pengelolaan Perguruan Muhammadiyah. Sebuah Makalah
  • Mohamad Ali dan Marpuji Ali. Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Tinjauan Historis dan Praksis. Sebuah Makalah
  • Rusmin Tumanggor. Budaya Pembelajaran di Dunia Pendidikan Muhammadiyah: Perspektif Antropologi. Makalah yang disampaikan dalam Lokakarya di UHAMKA pada tanggal 4 Juni 2009
 by...Suyatno

Tidak ada komentar:

Posting Komentar