Minggu, 11 September 2011

Makna dari Mimpi

Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta’bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.
(Doa nabi Yusuf a.s., QS. Yusuf, 12 : 101)
Hadist riwayat Bukhari ra., ia berkata:
Dari Abu Sa`id Al-Khudri, bahwa sesungguhnya dia mendengar Nabi saw. bersabda: “Apabila seorang dari kamu melihat suatu mimpi yang menyenangkan maka sesungguhnya mimpi itu hanyalah dari Allah, maka hendaklah ia memuji Allah (bertahmid) atas mimpinya itu dan hendaklah ia memberitakannya. Dan apabila ia melihat (bermimpi) tidak demikian dari yang tidak menyenangkannya maka sesungguhnya mimpi itu hanyalah dari syaitan, maka hendaklah ia memmohon perlindungan (ta`wwudz kepada Allah) dari keburukaannya dan janganlah menuturkannya kepada seseorang, maka mimpi itu tidak membahayakannya (madharat)”.

  • Mimpi meRupakan sebuah keadaan ketika manusia mengalami suatu kejadian yang membeRikan gambaRan kehidupan lain yang teRkadang bisa membeRikan makna dalam kehidupan sesungguhnya.
  • Mimpi bisa jadi isyaRat yang dibeRikan Oleh Allah kepada hambanya beRupa beRita baik atau buRuk dan mimpi ada yang memiliki makna dan ada pula yang beRupa mimpi kOsOng sekadaR peRmainan setan kepada manusia.
  • Tak sepeRti mimpi nabi yang sangat teRang dan tak peRlu ditakwilkan lagi kaRena meRupakan wahyu daRi Allah, mimpi paRa sahabat ada yang peRlu ditakwilkan.
  • Rasulullah saw. beRsabda, “Jika masa semakin dekat, mimpi seORang muslim nyaRis tidak peRnah dusta. Muslim yang paling benaR mimpinya adalah yang paling jujuR peRkataannya. Mimpi seORang mukmin meRupakan satu bagian daRi 46 bagian kenabian….” (Muttafaq ‘alaih). Ini beRaRti mimpi seORang mukmin memiliki peRtimbangan 1/46 kaRena 45/46 dibeRikan pada nabi.
  • Khalid al-AnbaRi dalam bukunya Kamus TafsiR Mimpi menyebutkan bahwa tanda mimpi yang benaR adalah sebagai beRikut.
    1. BeRsih daRi mimpi kOsOng, bayangan-bayangan yang meResahkan dan menakutkan.
    2. Dapat dipahami ketika teRjaga.
    3. TiduR dalam keadaan pikiRan jeRnih, tidak disibukkan Oleh peRsOalan apa pun.
    4. Mimpi teRsebut dapat ditakwilkan sesuai dengan apa yang ada di Lauh Mahfuzh.
  • Ada juga mimpi yang dianugeRahkan Allah kepada yang dikehendakinya agaR ia mendapatkan hidayah. Ini beRdasaRkan Riwayat al-Hakim mengenai keislaman seORang seORang sahabat, Khalid bin Sa’id bin ‘Ash. Keislaman ini teRjadi setelah Khalid mengalami mimpi yang sangat menyeRamkan. Dalam mimpinya, dia melihat seakan-akan ayahnya hendak mendOROngnya ke neRaka, sementaRa Rasulullah saw. beRusaha memegang pinggangnya agai ia tidak teRjatuh.
  • SeORang yang meRasa telah mengalami mimpi yang benaR, janganlah beRtindak sembROnO meminta sembaRang ORang untuk menakwilkan mimpi yang dialaminya. Janganlah ia menceRitakannya kepada ORang yang dengki dan dendam dan kepada ORang yang jahil yang ucapannya teRtOlak tetapi ceRitakanlah kepada ORang yang beRilmu, paRa ulama yang memiliki keutamaan, ORang-ORang yang dalam pemahaman teRhadap dien Islam.
  • BeRdasaRkan hadist, maka ada tiga macam mimpi:
    1. Mimpi bisa teRjadi kaRena suatu Obsesi. Obsesi teRsebut begitu kuat dalam memORi kita sehingga muncul dalam mimpi. Misalnya, seORang pemuda yang teRObsesi menikahi Dian SastRO, sangat mungkin dia beRmimpi menikah atau beRtemu dengannya. Ini adalah mimpi yang beRsifat fitRiah atau alamiah.
    2. BeRmimpi yang baik. Mimpi ini datangnya daRi Allah, kita wajib mensyukuRinya dan bOleh menceRitakannya pada ORang lain sebagai wujud Rasa syukuR.
    3. Mimpi buRuk atau menakutkan. Mimpi ini datangnya daRi setan. Kita wajib beRlindung diRi pada Allah, bahkan kalau memungkinkan meludah tiga kali ke sebelah kiRi dan jangan menceRitakannya pada ORang lain –kecuali kalau ingin mengetahui takwil mimpi teRsebut. Sebab kalau kita menceRitakannya, setan akan meRasa senang kalau gangguannya itu menjadi bahan pembicaRaan manusia.
  • BeRhati-hatilah jika kita beRmimpi beRtemu dengan ORang yang sudah meninggal, misalnya beRtemu dengan ayah atau ibu kita yang sudah wafat, sebab dikhawatiRkan setan menyeRupainya. Jadi, kalau kita beRmimpi beRtemu dengan ORang yang sudah wafat, sebaiknya beRsegeRalah beRlindung kepada Allah.
  • SeORang penakwil mimpi haRuslah ORang yang jujuR (shidiq), ceRdas, ceRdik, dan suci daRi peRbuatan keji. Ia haRus mengeRti tentang Kitab Allah dan sunah Rasulullah dan ia pun haRus paham benaR ilmu mentakwilkan mimpi. Ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Imam al-Gazali yang menyatakan bahwa fungsi ROh sebagai penangkap isyaRat Ilahi bagaikan ceRmin. Dia bisa memantulkan cahaya. ORang yang sidiq meRupakan ceRmin yang paling beRsih dan paling bening di mana cahayanya tidak teRdistORsi sama sekali. Jadi, dia bisa menangkap isyaRat teRsebut.
  • Untuk menjadi seORang penafsiR mimpi, ada bebeRapa etika yang haRus dipeRhatikan, di antaRanya adalah menggembiRakan saudaRanya ketika ia menceRitakan mimpinya; tidak menyebaRkan mimpi teRsebut kaRena itu meRupakan amanah; tidak menakwilkannya dengan teRgesa-gesa; jika tidak memungkinkan diRinya menakwilkan mimpi teRsebut, jangan Ragu untuk melimpahkan kepada ORang yang lebih tahu (beRilmu) dan jangan meRasa beRat melakukannya; mempeRlakukan pelaku mimpi secaRa beRbeda, maksudnya tidak menakwilkan mimpi Raja sepeRti menakwilkan mimpi Rakyat, sebab mimpi itu beRbeda kaRena peRbedaan kOndisi pelakunya; dan sebagainya.
  • Adab-adab sebelum tiduR teRsebut adalah:
    1. Memadamkan lampu, mengunci pintu, mengikat geRabah (tempat aiR), dan menutup makanan
    2. Mematikan api (kOmpOR)
    3. Wudlu. Wudlu tak hanya dilakukan ketika akan shalat, tetapi bisa dilakukan kapan saja. Bahkan, Rasulullah saw. selalu dalam keadaan suci daRi hadas, alias selalu mempunyai wudlu.
    4. Shalat witiR. Shalat witiR adalah salat yang dilakukan antaRa ba’da Isya hingga menjelang subuh dengan jumlah Rakaat yang ganjil misalnya satu, tiga, lima, bahkan tujuh Rakaat.
    5. Membaca Al QuRan. Adapun ayat yang dianjuRkan di antaRanya adalah SuRat Al BaqaRah ayat 285-286, SuRat Al Ikhlas, Al Falaq, An-Nas, dan ayat-ayat kuRsi.
    6. MembeRsihkan kasuR, beRbaRing ke aRah kanan dan meletakkan tangan di bawah kepala, dan beRdOa, “Maha Suci Engkau, ya Allah Tuhanku, kaRena Engkaulah aku membaRingkan tubuhku dan kaRena Engkau pulalah aku mengangkatnya. Apabila Engkau mencabut jiwaku, maka ampunilah ia dan apabila Engkau melepaskannya (menghidupkan) maka jagalah ia sebagaimana Engkau menjaga hamba-hamba-Mu yang saleh.”
  • Sedangkan adab bangun tiduR adalah sebagai beRikut.
    1. BeRdOa
    2. IstintsaR (mengeluaRkan aiR daRi hidung) tiga kali
    3. Membasuh tangan tiga kali
    4. Membasuh wajah dan kedua tangan
    5. BeRwudlu dan shalat
  • Ada bebeRapa waktu tiduR yang dibenci Rasulullah, yaitu:
    1. AntaRa Shalat Subuh dan teRbitnya matahaRi
    2. Setelah Shalat AshaR
    3. Sebelum Shalat Isya
[sejauh mana kita bOleh mempeRcayai mimpi]
  • Al-QuRan meneRangkan bahwa sebagian mimpi itu memang ada yang beRmakna dan memiliki nilai infORmasi. Meski tidak semua mimpi sepeRti itu. Mimpi yang memiliki makna dan beRnilai infORmasi hanya bisa dibaca atau diteRjemahkan Oleh meReka yang memiliki ilmu teRsebut.
  • Sebagian daRi mimpi bahkan bisa meRupakan wahyu dan pensyaRiatan suatu hukum. Namun itu teRbatas pada paRa Nabi dan Rasul saja. Sedangkan manusia biasa sama sekali tidak dibenaRkan bila mengaku mendapat peRintah daRi Allah melalui mimpi.
  • ORang-ORang yang shalih bisa saja dibeRi infORmasi beRita daRi Allah akan peRistiwa yang akan teRjadi. Namun sifatnya sebagai isyaRat saja dan bukan infORmasi yang detail. Lagi pula tidak dibenaRkan mimpi mendapat peRintah bentuk ibadah teRtentu daRi Allah, kaRena Islam ini sudah lengkap semenjak Rasulullah SAW wafat 1400 tahun yang lalu.
  • MenuRut syaRi’at, selain mimpi paRa nabi sama sekali tidak bisa diambil sebagai hukum. Mimpi-mimpi teRsebut haRus dikembalikan kepada hukum-hukum syaRi’at yang ada. Kalau cOcOk dengan hukum syaRi’at, maka mimpi teRsebut bOleh diamalkan, namun bila tidak cOcOk, maka wajib ditinggalkan dan dijauhi. Mimpi bisa kita jadikan sebagai kabaR gembiRa atau peRingatan saja ; tidak bisa dijadikan ketetapan hukum. Dan tidak bisa kita beRkata, “Mimpi adalah satu bagian daRi kenabian yang tidak bOleh diabaikan.
  • Rasulullah beRsabda: “BaRangsiapa melihatku di waktu tiduR maka dia benaR-benaR telah melihatku, kaRena syetan tidak dapat menyeRupaiku.” [DiRiwayatkan Oleh Al-BukhaRi nO. 6993, Muslim nO. 2266 daRi Abu HuRaiRah. DiRiwayatkan juga Oleh Al-BukhaRi nO. 6994 daRi Anas nO. 6997 dan daRi Abu Said Al-KhudRi ; seRta Muslim nO. 2268 daRi JabiR].
  • Mimpi bisa dipakai sebagai bentuk kabaR gembiRa (bisyaRah) dan peRingatan (nidzaRah) saja, tidak menjangkau aspek hukum.
  • Mimpi meRupakan bagian daRi kenabian di antaRa syaRatnya adalah haRus meRupakan mimpi yang benaR daRi seORang yang shalih. Padahal teRpenuhinya syaRat-syaRat teRsebut jelas membutuhkan penelitian, sehingga bisa jadi teRpenuhinya dan bisa pula tidak.
  • Mimpi sendiRi teRbagi-bagi. Ada mimpi yang meRupakan mimpi biasa yang datangnya daRi syetan; ada yang meRupakan khayalan; dan ada juga yang meRupakan Rekaman peRistiwa yang teRjadi sebelum tiduR.
  • Suatu hukum tidak bisa diambil daRi mimpi-mimpi sebelum dicOcOkkan teRlebih dahulu dengan dalil, kaRena gambaRan yang ada dalam mimpi kemungkinan teRcampuR dengan kebatilan.
  • Memang, bisa saja ORang yang dilihat (dalam mimpi) itu datang dengan membawa pembeRitahuan, kabaR gembiRa, maupun peRingatan secaRa khusus, akan tetapi paRa ahli ta’biR mimpi itu tidak menjadikannya sebagai pedOman dalam menentukan hukum dan membangun suatu kaidah. Memang sikap yang benaR dalam menyikapi apa yang teRlihat dalam mimpi adalah dengan selalu beRpatOkan dengan syaRi’at yang ada, wallahu a’lam.
[peRbedaan antaRa Ramalan dan mimpi]
  • Mimpi, hukumnya bisa beRagam. Bagi paRa nabi dan Rasul, mimpi meReka umumnya adalah saRana wahyu daRi Allah SWT. Meski tidak selalu bisa dipastikan demikian. Bukankah dahulu ketika Nabi IbRahim beRmimpi menyembelih anaknya, beliau pun masih peRlu melakukan kOnfiRmasi kepada Allah SWT. Sebab beliau masih takut jangan-jangan mimpi itu hanya datang daRi syetan.
  • Sebagian daRi mimpi manusia pun bisa menjadi ilham atau petunjuk yang beRsifat subjektif bagi diRinya atau ORang lain. Misalnya seseORang melakukan shalat istikhaRah untuk mendapatkan petunjuk daRi Allah SWT atas pilihan yang ada. Bisa saja Allah SWT membeRikan petunjuk melalui mimpi-mimpi.
  • Ramalan itu biasanya dilakukan Oleh dukun, tukang tenung atau ahli sihiR yang mendapat bisikan halus daRi syetan atau jin. SumbeRnya adalah infORmasi yang meReka cuRi daRi langit lalu ditambahkan dengan kebOhOngan.
  • Mendatangi peRamal tanpa mempeRcayainya sudah teRmasuk peRbuatan musyRik, meski hanya main-main. Apalagi mempeRcayainya. Jelas lebih beRat dOsa syiRiknya.
[psikOlOgi mimpi-1 (beRwisata dalam mimpi)]
  • Al QuR’an menyebut mimpi dalam dua teRm, yaitu Ru’ya dan adghats (ahlam). TeRm Ru’ya disebut sebanyak duabelas kali, beRhubungan dengan mimpi yang dialami Oleh Nabi dan Oleh ORang biasa. Sedangkan teRm ahlam disebut Al-QuR’an sebanyak lima kali , dua kali teRm al hulum (daRi halama yahlumu) dalam aRti mimpi “peRtama” 131 satu kali ahlam (daRi haluma yahlumu hilm) disebut dalam aRti fikiRan-fikiRan dan dua kali disebut adghas ahlam, dalam aRti mimpi-mimpi kalut.
  • Adapun ORang yang jiwanya sedang gelisah, mimpi yang dialami dalam tiduRnya lebih meRupakan adghats ahlam , yakni mimpi kalut. Tentang mimpi, banyak sekali hadis Nabi yang membicaRakannya. MenuRut kebanyakan hadis, mimpi dibagi menjadi dua yaitu Ru’ya dan al hulm. Yang peRtama beRasal daRi Allah dan yang kedua beRasal daRi syaitan.
[ingin melihat ROsulullah lewat mimpi]
  • Tidak teRdapat hadis yang melaRang peRmOhOnan dOa sepeRti yang Anda tanyakan (beRmimpi beRtemu Rasulullah). Hanya saja peRtanyaannya adalah untuk apa Anda meminta hal teRsebut ? KaRena mimpi beRtemu dengan Rasulullah SAW tidak menjamin bahwa ORang teRsebut adalah ORang yang shOlih. Sedangkan hadis yang menyatakan “BaRangsiapa yang melihatku dalam mimpinya, maka aku telah menghaRamkan baginya api neRaka” meRupakan hadis yang tidak jelas asal ushulnya, sehingga tidak bisa menjadi pegangan.
  • Jika yang teRlihat dalam mimpi teRsebut memiliki shifat-shifat sepeRti Rasulullah SAW sebagaimana yang dijelaskan Oleh hadis-hadis yang shOhih, maka yang dilihat dalam mimpi teRsebut memang benaR-benaR Rasulullah SAW. Tetapi, jika kita tidak mengetahui bagaimana shifat-shifat Rasulullah SAW sebagaimana yang dijelaskan Oleh hadis-hadis yang shOhih, maka apa yang kita lihat belum tentu meRupakan sOsOk Rasulullah SAW. KaRena bisa saja itu adalah syetan yang mengaku-aku sebagai Rasulullah SAW.
[mimpi Rasulullah s.a.w]
  • Mimpi Rasulullah saw. sebelum diisRa’kan:
    1. Umat yang teRhalang tugas malaikatul maut padanya disebabkan Oleh KETAATAN DAN KEPATUHANNYA KEPADA KEDUA IBUBAPANYA.
    2. Umat yang diselamatkan daRi adzab kubuR Oleh beRkat WUDUKNYA YANG SEMPURNA.
    3. Umat yang diselamatkan daRi syaitan-syaitan dan iblis-iblis lakhnatullah dengan beRkat ZIKIRNYA YANG TULUS IKHLAS kepada Allah.
    4. Umat yang diselamatkan daRi siksa neRaka jahannam beRkat SOLATNYA YANG KHUSUK DAN TIDAK MENUNJUK-NUNJUK.
    5. Umat yang ditimpa dahaga yang amat beRat diselamatkan Oleh pahala PUASANYA YANG IKHLAS KEPADA ALLAH SWT membeRi minum hingga dia meRasa puas.
    6. Umat yang teRusiR daRi kumpulan paRa nabi diselamatkan Oleh MANDI JUNUB DENGAN RUKUN YANG SEMPURNA hingga duduk di sebelah Rasulullah.
    7. Umat yang dikeluaRkan daRi kegelapan kepada tempat yang teRang-mendeRang kaRena pahala HAJI DAN UMRAHNYA YANG IKHLAS KEPADA ALLAH SWT.
    8. Umat yang tidak dibalas bicaRanya pada gOlOngan ORang mukmin lalu diselamatkan Oleh SIFAT SILATURRAHIMNYA DAN TIDAK SUKA BERMUSUH-MUSUHAN SESAMA UMATKU.
    9. Umat yang diselamatkan Oleh pahala SEDEKAHNYA YANG IKHLAS KERANA ALLAH SWT daRi peRcikan api ke mukanya.
[mimpi kepada Rasullullah dan nabi lainnya seRta mimpi haRi kiamat beRulang kali]
  • Mimpi yang dialami Oleh seORang muslim bisa benaR dan bisa tidak. Bisa menjadi petunjuk dan juga bisa penyesatan. Tapi yang jelas, tidak ada mimpi seORang muslim sepeninggal Rasulullah SAW yang bOleh dijadikan dasaR pijakan hukum syaRiah. Sedangkan mimpi yang bisa jadi semacam petunjuk / ilham yang beRsifat pRibadi, maka hal itu bisa dibenaRkan.
  • Kalau isi mimpi itu menyuRuh mengeRjakan bid’ah, kesesatan apalagi tindakan syiRik, sudah bisa dipastikan bahwa syetanlah yang muncul di dalam mimpi itu, bukan hidayah daRi Allah SWT.
  • Ada tiga hal beRkaitan dengan mimpi beRtemu Nabi:
    1. Hanya paRa shahabat Rasulullah SAW yang bisa dipeRcaya bila beRkata mimpi beRtemu dengan nabi. Mengapa ? KaRena selama hidup meReka memang telah kenal dengan sOsOk Rasulullah SAW.
    2. Hanya meReka yang secaRa seRius telah mempeRlajaRi siRah nabawiyah teRutama dalam masalah kOndisi pisik Rasulullah SAW yang beRhak mengaku telah mimpi beRtemu dengan Rasulullah SAW. Inipun masih dalam tanda tanya. BenaRkah sOsOk yang dilihatnya di dalam mimpi itu memang benaR Rasulullah SAW. Bagaimana dengan kemungkinan salah ORang. KaRena meski sudah membaca beRkali-kali Riwayat tentang wujud pisik Rasulullah SAW, yang jelas meReka belum peRnah beRtemu sebelumnya.
    3. Kalau pun bisa dipeRtanggung-jawabkan bahwa sOsOk itu memang benaR Rasulullah SAW, tentu sama sekali tidak ada syaRiat baRu yang disampaikannya. Kalau sekedaR teRsenyum, melambai atau hal-hal lain selain masalah tasyRi`, baRangkali masih bisa diteRima. Asal pRinsip dan intinya memang tidak beRtentangan dengan apa yang kita dapat daRi waRisan beliau yaitu Al-QuRan Al-KaRim dan sunnah. 

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar