|
Gagasan Ahmad Dahlan yang terpilih adalah bagaimana dapatnya mengamalkan ayat-ayat al-Qur`an. Dengan demikian Muhammadiyah sebagai organisasi senantiasa diikhtiarkan untuk menjadi tempat untuk mengkaji Al-Qur`an sekaligus menjadi tempat bermusyawarah untuk mengamalkannya. Oleh karenanya Muhammadiyah tidak mungkin terpisah dari tiga prinsip yakni ; Pengkajian Al-Qur`an, Musyawarah dan amal, yang saat ini hampir “mati” ; antara “ada dan tiada”
Dengan demikian warga Muhammadiyah masih perlu mempelajari gagasan dan pikiran KH. Ahmad Dahlan. Terutama yang berkaitan dengan ibadah sholat tepat waktu dan pengalaman ayat-ayat Al-Qur'an, hal itu tidak dimaksud untuk mengikuti jejaknya secara dokmatik tetapi untuk memberi makna kreatif guna penerapannya pada masa kini. Sebab gagasan dan pikiran KH. Ahmad Dahlan jelas merupakan gagasan dan pikiran kretif dan inovatif. Dalam tulisan yang berjudul Al-Islam dan Al-Qur`an yang sampai sekarang diketahui merupakan satu-satunya tulisan Ahmad Dahlan yang dipublikasikan. Dinyatakan (pada waktu itu) adanya kekalutan di kalangan umat mereka pecah belah dan tidak pernah bersatu. Dari tulisan KH. Ahmad Dahlan dan pengungkapan Haji Hajid tentang KH. Ahmad Dahlan dalam berorganisasi berpegang pada prinsip:
a. Senantiasa menghubungkan diri (mempertanggungjawabkan tindakannya) kepada Allah.
b. Perlu adanya ikatan persaudaraan berdasar kebenaran (sejati).
c. perlunya setiap orang, terutama para pemimpin terus-menerus menambah ilmu, sehingga dapat mengambil keputusan yang bijaksana.
d. Ilmu harus diamalkan.
e. Perlunya dilakukan perubahan apabila memang diperlukan untuk menuju keadaan yang lebih baik.
f. Mengorbankan harta sendiri untuk kebenaran. Ikhlas dan bersih.
Sangat ironis manakalah warga Muhammadiyah mengabaikan sama sekali gagasan dan pikiran pendiri organisasinya ini. Seorang tokoh yang gagasannya telah menghasilkan salah satu organisasi terbesar di Indonesia dan sekarang banyak kalangan menikmatinya walaupun dalam berbagai gaya plus bermacam-macam ragam kepentingan (dalam tanda kutip!), baik dalam amal usaha maupun dalam persyarikatan Muhammadiyah. Gagasan pikiran cemerlang tersebut, jelas tidak layak untuk diabaikan. Gagasan dan pikiran semacam itu jelas mengandung banyak hal yang perlu dipelajari terutama bagi warga Muhammadiyah manakala tidak ada maksud untuk menyimpang dari gagasan dan tujuan berdirinya organisasi tersebut.
Perlu diketahui, nama-nama seperti Ibnu Taimiyah, Jamaludin al Afghani dan Muhammad Abduh, di kalangan umat Islam dikenal sebagai ulama penggerak pembaharuan. Gagasan dan pikiran Ahmad Dahlan dikenal juga sebagai gagasan yang dipengaruhi oleh ulama-ulama tersebut. Oleh karena itu Ahmad Dahlan oleh banyak pakar sering dinyatakan sebagai tokoh pembaharu dan Muhammadiyah dinyatakan sebagai gerakan pembaharuan. Akan tetapi perlu dicatat bahwa gerakan pembaharuan yang dilakukan ketiga tokoh tersebut di laksanakan di negara -negara di mana institusi keagamaan dan fasilitasnya sudah tersedia dengan lengkap. Bahkan Muhammad Abduh sendiri adalah salah seorang ulama di Mesir yang mempunyai kedudukan terhormat di Universitas al Azhar dan Darul Ulum yang merupakan perguruan Tinggi yang sangat berwibawa dalam keilmuan agama Islam, tidak saja di negerinya sendiri Mesir, tetapi juga seluruh dunia Islam. Dengan demikian gagasan pemabaharuan Muhammad Abduh didukung oleh dua Universitas besar tersebut, sehingga cenderung merupakan gagasan intelektual. Sedangkan gagasan pembaharuan yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan sama sekali tidak memperoleh dukungan dari lembaga pendidikan apapun. Sebab pada waktu itu belum ada sebuah sekolah pendidikan dasar sekalipun di kalangan umat Islam, sehingga dapat difahami kalau gerakan pembaharuan Ahmad Dahlan bersifat sangat pratikal, ialah mengembangkan gagasan dan pikiran sekaligus mengusahakan fasilitas pendukung untuk melaksanakan gagasan dan pikiranya itu.
Haji Hajid menuliskan pengalamannya sebagai murid Ahmad Dahlan dalam risalah singkat berjudul falsafah Ajaran KH. Ahmad Dahlan, yakni tujuh poin yang dapat dipetik;
Pertama; Kerapkali KH. Ahmad Dahlan mengungkapkan perkataan ulama (al-Ghazali pen) yang menyatakan bahwa manusia itu semuanya mati (mati perasaannya) kecuali para ulama yaitu orang-orang yang berilmu. Dan ulama itu senantiasa dalam kebingungan, kecuali mereka yang beramal. Dan yang beramal pun semuanya dalam kekhawatiran kecuali mereka yang ikhlas dan bersih.
Kedua; Kebanyakan mereka di antara manusia berwatak angkuh dan takabur mereka mengambil keputusan sendiri-sendiri. KH. Ahmad Dahlan heran mengapa pemimpin agama dan yang tidak beragama selalu hanya beranggap, mengambil keputusan sendiri tanpa mengadakan pertemuan antara mereka, tidak mau bertukar pikiran memperbincangkan mana yang benar dan mana yang salah?. Hanya anggapan-anggapan saja, disepakatkan dengan istrinya, disepakatkan dengan muridnya, disepakatkan dengan teman-temannya sendiri. Tentu saja akan dibenarkan. Tetapi marilah mengadakan permusyawaratan dengan golongan lain di luar golongan masing - masing untuk membicarakan manakah sesungguhnya yang benar?. Dan manakah sesungguhnya yang salah?
Ketiga; Manusia kalau mengerjakan pekerjaan apapun, sekali, dua kali, berulang-ulang, maka kemudian jadi biasa. Kalau sudah menjadi kesenangan yang dicintai. Kebiasaan yang dicintai itu sukar untuk dirubah. Sudah menjadi tabiat bahwa kebanyakan manusia membela adat kebiasaan yang telah diterima, baik dari sudut atau i’tiqat, perasaan kehendak maupun amal perbuatan. Kalau ada yang akan merubah sanggup membela dengan mengorbankan jiwa raga. Demikian itu karena anggapannya bahwa apa yang dimiliki adalah benar.
Keempat; Manusia perlu digolongkan menjadi satu dalam kebenaran, harus bersama-sama mepergunakan akal pikirannya untuk memikir bagaimana sebenarnya hakikat dan tujuan manusia hidup di dunia. Manusia harus mempergunakan pikirannya untuk mengoreksi soal itikad dan kepercayaannya, tujuan hidup dan tingkah lakunya, mencari kebenaran yang sejati.
Kelima; Setelah manusia mendengarkan pelajaran-pelajaran fatwa yang bermacam-macam membaca beberapa tumpuk buku dan sudah memperbincangkan, memikir-mikir, menimbang, membanding-banding kesana kemari, barulah mereka dapat memperoleh keputusan, memperoleh barang benar yang sesungguhnya. Dengan akal pikirannya sendiri dapat mengetahui dan menetapkan, inilah perbuatan yang benar. Sekarang kebiasaan manusia tidak berani memegang teguh pendirian dan perbuatan yang benar karena khawatir, kalau barang yang benar, akan terpisah dan apa-apa yang sudah menjadi kesenangannya, khawatir akan terpisah dengan teman-temannya. Pendek kata banyaknya kekhawatiran itu yang akhirnya tidak berani mengerjakan barang yang benar, kemudian hidupnya seperti makhluk yang tak berakal, hidup asal hidup, tidak menepati kebenaran.
Keenam; Kebanyakan para pemimpin belum berani mengorbankan harta benda dan jiwanya untuk berusaha tergolongnya umat manusia dalam kebenaran. Malah pemimpin-pemimpin itu biasanya hanya mepermainkan, memperalat manusia yang bodoh-bodoh dan lemah.
Ketujuh: Ilmu terdiri atas pengetahuan teori dan amal (praktek), Dalam mempelajari kedua ilmu itu supaya dengan cara bertingkat. Kalau setingkat saja belum bisa mengerjakan tidak perlu ditambah. Pada poin ini, pengurus Muhammadiyah dan angkatan mudanya saat ini, baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat wilayah dalam segi teori berlogika tidak diragukan lagi. Namun dalam hal praktiknya masih perlu lagi diasah/dipertanyakan?, Ibadah Sholat tepat waktu dan kajian al-Qur`an sebagai piranti utama perjuangan KH. Ahmad Dahlan, mereka logikakan sebagai kebebasan pribadi, lalu shalat subuh rutin jam tuju pagi tidak menjadi soal, belum lagi tata cara shalatnya beraneka ragam, hingga keputusan tarjih dibiarkan bercerita sendiri logika pribadi tanpa dasar itu menjadi ukuran. Bahkan Pengkaderan sebagai nadi organisasi pergerakan sudah ditingkatkan pada “logika tinggi plus misi haus kekuasaan” hingga rana nurani, etik, Akhlak, sopan-santun menjadi misi persyarikan tak dihiraukan lagi, sebab liberalisasi itulah menjadi dasar hak asasi. Dan proyek politik, proyek suksesi menjadi kendaraan bisnisnya tanpa mengenal waktu terpenting proposal laku dan kolusi uang saku tersedia! Kader ataupun bukan?.. persetan! Astagfirullah.
Dari tujuh butir pikiran brilian serta dari makalah KH.Ahmad Dahlan di atas, lalu kita mengamati secara seksama aktifitas pengurus Muhammadiyah dan angkatan mudanya saat ini. Apakah masih bercahaya sesuai dengan agenda dasar alam pikiran KH. Ahmad Dahlan?, ataukah justru pikiran serta gagasan KH. Ahmad Dahlan sudah jauh dari akar dasarnya - dilecehkan, ataukah sudah mati dan padam disebabkan oleh serbuan dari berbagai kepentingan, yang menjadikan organisasi serta amal usaha Muhammadiyah sebagai ‘batu loncatan’ untuk mencapai kepentingan dan kepuasan pribadi atau kelompok. Bahkan mungkin sebagian atau kebanyakan, menjadikan Muhammadiyah bagaikan lembaga “persekutuan berhistoris Hantu” sementara gagasan dan pikiran pendirinya hanya legenda dan atau sebagai dongeng belaka?
Seperti terselubungnya kriteria, yang bisa menjadi presiden Indonesia, kalau bukan orang jawa, jangan bermimpi jadi orang nomor satu di Indonesia. Mungkin begitu juga terjadi pada Muhammadiyah dan angkatan mudanya beserta gerbongnya, bila dia, bukan orang kelahiran asli daerah atau wilayah tersebut, maka dia tidak bisa menjadi pucuk pada persyarikatan atau amal usaha Muhammadiyah. Lalu apakah demikian, tujuan awal niat tulus suci - hati bening KH. Ahmad Dahlan, tempo dulu? Atau didirikannya dengan doa syahdu yang hanya memohon magfirah ridho Ilahi semata.
Muhammadiyah bukanlah hantu. Gagasan dan pikiran KH. Ahmad Dahlan bukanlah legenda dan dongeng belaka! Akan tetapi nilai dan makna ketulusan hakiki yang nyata! Semoga terenungkan dalam sanubari..!
Dan sesudah KH.Ahmad Dahlan apakah akan ada Muhammadiyah versi baru ? Cerdas tapi tak cerdas..! bermuka-muka tapi tak bermuka, bermoral tapi tidak berakhlak.?
Oleh: Maman A. Majid Binfas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar